Ada satu keluarga petani.
Mereka menetap disebuah kerajaan besar yang rajanya adil lagi bijaksana. Bukan
hanya itu keberuntungan keluarga itu. Tanah negeri itu subur, keadaannya pun
aman dan sentosa. Semua penduduk negeri itu hidup berdampingan tanpa pernah
mengenal perang atau pun becana.
Setiap
pagi kepala keluarga petani itu pergi ke sawah. Tak lupa ia membawa bajak dan
menuntun kerbaunya. Bajak tua dan kerbau renta. Sisi-sisi kayu dan garuh bajak
telah mengelupas. Kerbaunya tanpak letih, sebentar-sebentar berhenti menghela
bajak. “Inilah hartaku yang paling berharga,” bisik petani itu dalam hati.
Tiba-tiba
gemuruh derap kaki kuda memecah kekhusukan kerjanya. Serombongan pasukan
datang. Komadannya maju, lalu berkata, “Serahkan bajak dan kerbaumu itu kepada
kami. Ini perintah Raja!”
Si
petani kaget. Bukan oleh suara keras tegas yang khas di miliki tentara itu.
Tapi, pada isi pesannya.
“Untuk
apa Raja menginginkan bajak dan kerbauku?” tanya sang petani bingung. “Hanya ini
hartaku yang paling berharga. Bagaimana aku bisa berkerja tanpa bajak dan
kerbau itu? Tolonglah, kasihani anak dan istriku. Berilah kesempatan sampai
besok. Aku akan membicarakan dengan keluargaku.”
“Kami
hanya menjalankan perintah. Terserah, apakah kamu menyerahkannya atau tidak.
Tapi ingat kekuasaan dan kekuatan Baginda Raja tidak akan mampu dilawan oleh
petani macam kau,” kata komandan itu tanpa muatan emosi lalu berbalik arah dan
memberi aba-aba kepasukannya kembali kearah istana.
Malamnya
petani itu menceritakan kejadian tadi ke keluarganya. Mereka kaget, bingung,
dan cemas. Semua bertanya-tanya, apakah Raja telah kehilangan sikap bijaknya?
Tanpaknya Baginda tidak melindungi rakyatnya lagi, begitu kesimpulan mereka.
Kesimpulan itu menambah gunda dan gelisah seisi rumah. Akhirnya, mereka sampai
pada keputusan: tak ada yang bisa berbuat kecuali pasra dan menyerah pada
kehendak Raja.
Pagi-pagi
sekali si petani sudah memanggul bajak dan menuntun kerbaunya. Bukan pergi
kesawah, tapi kearah istana. Ia ingin menyerahkan langsung harta paling
berharganya itu kepada Raja.
“Baginda,
walau terasa berat, hamba harus membaktikan diri kepada Baginda. Karena itu,
terimalah bajak dan kerbau ini, Yang Mulia….,” ujar si petani dengan suara di
usahakan tanpa getaran sedih karena kehilangan harta kesayangan.
Raja
tersenyum. Menepuk tangan, memanggil
pengawal. “buka selubung itu!” Raja memberi perintah selubung dekat taman
terkuak. Ada bajak baru dan seekor kerbau gemuk disana.
Sang
petani bingung. Kalau sudah punya bajak dan kerbau sebagus itu, kenapa Raja
masih juga menginginkan bajak dan kerbauku, batin si petani. Tanpaknya sang
Raja dapat membaca raut bingung si patani. Katanya, “Sesungguhnya aku sudah
mengenal dirimu sejak lama. Aku tahu kau petani rajin. Namun akau ingin tahu
apakah kau juga hamba yang baik? Ternyata, kau rela memberikan harta paling
berharga milikmu itu kepadaku. Maka, terimahlah bajak dan kerbau itu sebagai
hadia dariku, kau layak menerimanya….”
Petani
mengucapkan terima kasih. Ia pulang dengan langkah ringan sambil memanggul
bajak baru yang mengkilat dan seekor kerbau gemuk.
Teman,
tidak banyak yang bisa berlaku seperti petani tadi: mau memberikan harta
terbaik yang dimilikinya kepada yang lain. Tapi bukan hikma itu yang ingin
angkat.
Teman, Allah swt. Meminta
kita memberikan semua yang terbaik yang kita punya. Itu bukan karena Allah
butuh apalagi karena kekurangan. Sesungguhnya Allah Maha Kaya. Ia melakukan itu
karena ingin memuji hamba-Nya. Siapa diantara kita yang benar-benar beriman, mengabdi,
dan bersyukur kepada-Nya.
Allah swt. Ingin
menyisihkan orang-orang kikir dari hamba-hamba-Nya yang mau menafkahkan harta
dijalan-Nya. Dan di atas sikap pasrah kita kepada kehendak-Nya, Allah swt. Akan
memberi balasan yang tidak kita bayangkan sebelumnya. Begitulah cara-Nya
memberi kemuliaan kepada kita.**
0 comments:
Post a Comment