Suatu
ketika disebuah kampung, terlihat beberapa
orang sibuk berkemas-kemas. Tampaknya, mereka sedang mempersiapkan perjalanan.
Dua orang dewasa mengangkat sebuah tandu sederhana, sementara dua lainnya
membereskan bekal makanan dan tempat air. Di tandu itu, tergolek sosok tubuh
tua renta. Semuanya telah siap berjalan, saat seseorang di depan mengangkat
tangan. Tiba-tiba, ada seorang anak menahan mereka untuk berhenti.
“Ayah, kenapa ayah hendak
mengasingkan Pak Tua? Dia sakit, biarlah dia bersama kita.” Anak itu tampak
bermohon kepada Ayahnya. Tangannya memegang ujung tongkat tandu, berharap kayu
itu di turunkan kembali. “Sudah. Sudahlah, orang tua itu tak punya sanak
saudara. Dia sudah terlalu banyak menyusahkan kita,” Kata Ayah. Wajahnya
tegang, dengan sorot mata ke depan.
“Ajalnya sudah dekat. Kita semua sudah lelah dengan penyakitnya. “Ayo semua
berangkat.” Tangan Ayah kembali diangkat, tanda rombongan siap berangkat.
“Kalau kamu mau ikut, cepat bergabung atau tinggal dirumah bersama ibumu.”
Dengan langkah tertahan, anak itu
mengayunkan kaki menuju rombongan. Mereka semua akan menuju puncak gunung,
untuk mengasingkan Pak Tua. Kaki-kaki mereka mulai melangkah , berderap,
menanjak menaiki jalan yang terjal. Pak Tua itu tampak tak berdaya. Tak ada
yang bisa dilakukannya, kecuali pasrah menerima nasib diasingkan di puncak
gunung. Sakitnya sudah terlalu parah. Banyak orang yang bilang, mustahil untuk
disembuhkan.
Saat senja mulai tiba, sampailah
rombongan itu di puncak gunung. Mereka menurunkan tubuh lemah Pak Tua di sebuah
gua dan sedikit bekal makanan dan minuman. Mereka benar-benar ingin
mengasingkan orangtua itu. Tandu kayu
itu diletakan di mulut gua, sementara kaki-kaki itu kembali bersiap menuruni
gunung. Lagi-lagi, si anak menahan langkah mereka. “Tunggu aku sebentar. Ada
sesuatu yang harus kuambil.” Bergegas, anak itu kembali ke mulut gua, dan
mengambil tandu kayu yang tergeletak di sana.
“Hei, untuk apa kau ambil tandu
itu? Tinggalkan bersama Pak Tua. Cepat, kita harus segera kembali sebelum malam
mulai gelap.” Anak itu hanya mematung. Diam. Semua orang pun ikut terdiam.
“Tandu ini untuk Ayah. Nanti, kalau ayah sudah tua dan sakit seperti Pak Tua,
tandu ini akan bisa dipakai lagi untuk membawa Ayah kesini…Ayah. Hening. Perkataan
anak itu, membuat mereka merenungkan kembali perbuatan mereka kepada Pak Tua.
“Hmmm. Kita salah. Kita semua telah
keliru. Ayo, naikan kembali Pak Tua ke tandu, wajahnya nampak terharu.
Langkah-langkah kakinya bergegas, sementara pandangan matanya berkaca-kaca. Dia
sadar, ada sesuatu yang harus diluruskan.
***
0 comments:
Post a Comment