Ada
seorang pendaki gunung sedang bersiap-siap melakukan perjalanan. Di
punggungnya, ada ransel dan beragam carabiner (pengait). Tak lupa tali-temali
tersusun melingkar di sela-sela bahunya. Pendakian kali ini cukup berat. Jadi,
persiapannya harus lebih lengkap.
Kini, di hadapah pendaki itu
menjulang sebuah gunung yang tinggi. Puncaknya tak terlihat. Tertutup salju
yang putih. Awan yang berarak di sekitarnya, membuat tak seorang pun tahu apa
yan tersembunyi di sana.
Mulailah pendaki itu
melangakah, menapaki jalan-jalan bersalju yang terbentang di hadapannya.
Tongkat berkait yang disandangnya
menancao setiap kali ia mengayunkan langkah.
Setelah beberapa berjam-jam
berjalan, mulailah ia menghadapi dinding yang terjal. Tak mungkin baginya untuk
terus melangkah. Dipersiapkannya tali-temali dan pengait di punggungnya. Tebing
itu terlalu curam. Ia harus mendaki dengan tali-temali itu. Setelah beberapa
kait ditancapkan, tiba-tiba terdenganr gemuruh datang dari atas. Astaga, ada
badai salju datang tanpa diundang!
Longsoran salju meluncur deras.
Menimpa tubuh sang pendaki. Bongkah-bongkah salju yang mengeras, terus
berjatuhan disertai deru angin yang membuat tubuhnya terhempas ke arah dinding.
Badai itu terus berlangsung
selama beberapa menit. Namun, untunglah tali-temali dan pengait telah
menyelamatkan tubuhnya dari dinding yang curam itu. Semua perlenkapannya
hilang. Hany tersisi sebilah pisau di pinggangnya. Sang pendaki itu tergantung
terbalik di dinding yang terjal itu.
Pandangannya kabur. Semua tampak
memutih. Ia tak tahu di man berada. Sang pendaki cemas. Ia berkomat-kamit,
memohon doa kepada Tuhan agar diselamatkan dari bencana. Mulutnya terus bergumam,
berharap ada pertolongan Tuhan datang padanya.
Suasana hening setelah badai. Di
tengah kepanikan itu, terdengar suara dari hati kecilnya yang menuruhnya
melakukan sesuatu. “Potong tali itu!Potong tali itu!” terdengar senyap
melintasi telinganya.
Sang pendaki bingung, apakah ni
perintah dari Tuhan? Apakah suara ini adalah pertolongan dari Tuhan? Tapi
gabaimana mungkin, memotong tali yang telah menyelamatkannya, sementara dinding
ini begitu terjal? Pandanganku terhalang aloh salju ini, bagaimana aku bisa
tahu?
Banyak sekali pertanyaan dalam
dirinya. Lama ia ragu untuk mengambil keputusan. Lama. Ia tak mengambil
keputusan apa-apa….
Beberapa minggu kemudian,
seorang pendaki menemukan ada tubuh tergantung terbalik di sebuah dinding
terjal. Tubuh itu beku. Tampak nya ia meninggal karena kedinginnan. Sementara,
batas tubuh itu dengan tanah hanya berjarak 1meter saja!
Teman, kita mungkin kita akan
berkata, betapa bodohnya oendaki itu karena tak mau menuruti kata hatinya. Kita
mungkin akan menyesalkan tindakan pendaki itu yang tak mau memotong saja tali
pengaitnya. Pendaki itu tentu akan selamat denagn membiarkan dirinyah jatuh ke
tanah yang hanya berjarak 1 meter. Ia tentu tak harus mati kedinginan.
Begitulah, kadang kita berpikir,
mengapa Allah tampak tak melindungi hamba-Nya? Kita mungkin sering merasa,
mengapa ada banyak sekali beban, masalah, hambatan yang kita hadapi dalam
mendaki jalan kehidupan ini. Kita sering mendapati ada banyak sekali badai
salju yang terus menghantam tbuh kita. Mengapa tak disediakan saja jalan lurus
tanpa perlu menanjak agar kita terbebas dari semua halangan itu?
Namun, Teman, cobaan yang
diberikan Allah buat kita adalah latihan. Hanya ujian. Kita adalah layaknya
besi-besi yang ditempa. Kita adalah seperti pisau-pisau yang terus diasah.
Sesungguhnya, di semua ujian dan latihan itu, tersimpan petunjuk. Ada
tersembunyi tanda-tanda, asal KITA PERCAYA. Ya, asal kita percaya.
Seberapa besar rasa percaya kita kepada
Allah sehingga mampu membuat kita memutuskan “memotong tali pengait” saat
tergantung terbalik? Seberapa besar rasa percaya kita kepada Allah hingga kita
mau menyerahkan semua yang ada pada diri kita kepada-Nya?
Teman, percayalah,
akan ada petunjuk-petunjuk Allah dalam setiap langkah kita menapaki jalan
kehidupan ini. Carilah, gali, dan temukan rasa percaya itu dalam hatimu. Sebab,
saat kita telah percaya, maka petunjuk itu akan datang dengan tanpa disangka.
0 comments:
Post a Comment