Suatu ketika di ruang kelas
sekolah menengah, ad percakapan yang menarik. Seorang guru beranya
kepada murid-muridnya, “Anak-anak,
kalian sudah sampai di saat-saat terakhir bersekolah disini. Pencapaian
terbesar apa yang membuatmu bahagia? Adakah hal besar kalian peroleh?”
Murid-murid saing pandang. “Ya,
ceritakanlah satu hal terbesar yang terjadi dalam hidupmu….” Lagi-lagi semua
murid saling pandang. “Nah, kamu yang berkaca mata, adakah hal besar yang kamu
temui? Berbagilah dengan teman-temanmu….”
Sesaat kemudian yang ditunjuk pun
bercerita. “Minggu lalu adalah masa terbesar bagiku. Orang tuaku membelikan
motor persis seperti yang kuimpikan. Motor sport dengan lampu berkilat. Pasti
tak
ada yang bisa mengalahkan
kebahagiaan itu!”
Sang guru tersenyum. Tangannya
menunjuk beberapa murid lain. Terdengarlah beragam cerita.
Ada yang mendapat mobil,ada yang liburan di
luar negeri, ada yang bercerita tentang
keberhasilannya
mendaki gunung. Hampir semua telah bercerita. Tiba-tiba….
“Pak Guru, aku belum bercerita.”
Rupanya, seorang anak di pojok kanan luput ditunjuk.
Matanya berbinar.
Mata yang sama seperti saat anak-anak lainnya bercerita tentang kisah besar
mereka. “Maaf, silahkan,” ujar pak guru.
“Keberhasilan terbesar buatku, dan
juga buat keluargaku adalah….saat nama keluarga kami tercantum di buku telpon
yang terbit 3 hari lalu.”Terdengar tawa memenuhi ruangan mendengar cerita
itu. Ada yang berkomentar,” Hah?
Betapa menyedihkan! Aku sudah sejak lahir menemukan nama
keluarga di buku telpon.” “Itu sih
bukan hal besar!”
pak guru menengahi situasi.
“Silakan teruskan, Nak”
“Memang itulah kebahagiaan terbesar
yang pernah aku dapatkan. Dulu, ayahku bukanlah orang baik-baik. Karenanya,
kami tak pernah bisa menetap karena selalu dikejar polisi.” Matanya tampak
menerawang. Ada bias pantulan cermin di kedua bola matanya.
“Kini Ayah telah beribah.Dia
menjadi ayah yang baik buat keluarga.Tentu itu ukan tanpa waktu
dan usaha.
Apalagi, tak ada bank dan yayasan yang mau memberi pinjaman modal buat bekerja.
Hingga setahun lalu, ada sesorang yang rela melakukannya. Dan kini ayah
berhasil. Bahkan, ayah bias membeli sebuah rumah kecil. Kami tak perlu berpindah-pindah
lagi.”
“Tahukah kalian apa artinya kalau nama keluargamu ada di buku telepon?
Itu artinya aku tak perlu lagi terjaga di malam hari untuk buron. Itu artinya
aku tak perlu lagi kehilangan teman-teman yang aku sayangi. Aku juga tak harus
tidur di mobil di udara dingin. Dan itu artinya aku, dan juga keluargaku,
sederajat dengan keluarga-keluarga lainnya.” Matamya kembali menerawang. Ada
bulir bening yang mengalir. “Itu artinya akan ada harapan-harapan baru yang aku
dapatkan nantinya….”
Kelas terdiam. Pak Guru tersenyum haru. Murid-murid tertunduk. Mereka
baru saja menyaksikan sebuah fragmen tentang kehidupan. Mereka juga baru saja
mendapatkan hikmah tentang pencapaian besar dan kebahagiaan. Mereka juga
belajar satu hal: “Bersyukurlah dan berbesar hatilah setiap kali mendengar
keberhasilan orang lain. Sekecil apapun. Sebesar apapun.”
Teman, ada banyak hal-hal besar yang kita lihat, dengar, dan rasakan.
Kita sering membanding-bandingkannya. Kita juga sering tergoda untuk iri pada
setiap keberhasilan orang yang lebih besar dari yang kita dapatkan.
Padahal, kebahagiaan dan pencapaian terbesar itu tidak bisa kita hitung
dengan timbangan atau lewat tabel dan diagram seperti statistik sensus ekonomi.
Bukan cara itu yang kita pakai, seba ukurannya sangat luas dan melintasi batas.
Kebahagiaan terbesar bagi seseorang juga mungkin durian runth bagi orang lain.
Maka, bersyukurlah atas setiap nikmat, berkah, keleluasaan, waktu, serta
kesempatan seremeh apa pun yang kita terima. Karena, tak ada yang sepele dalam
kamus Tuhan.
0 comments:
Post a Comment